Saturday, March 6, 2010

Ilmu Titen : mastein.wordpress.com


Dulu waktu mau pindahan rumah Mbah Suto menyuruh saya membawa air dari kamar mandi rumah lama untuk dicampur dengan air di kamar mandi rumah baru. Saya tanya tujuannya apa? Kata beliau agar anak saya betah di rumah baru.

Saya ndak melaksanakan saran itu, selain karena menurut saya ndak logis juga karena repot. Tapi mertua saya yang lebih dulu menempati rumah itu sudah membawa tikar (catet ya, tikar pandan, bukan karpet) terlebih dahulu, konon itu juga salah satu “syarat” sebelum menempati rumah baru.

Pernah suatu saat waktu ngobrol sama Mbah Suto saya mencoba nanya-nanya tentang kepercayaan yang ditularkan turun temurun itu. “Di jaman facebook dan twitter sudah merajalela gini kok sampeyan masih percaya hal-hal aneh seperti itu tho Mbah, opo ndak takut musyrik sampeyan?” Tanya saya.

Mbah Suto mesem, “Mbok kamu itu jadi orang jangan kaku begitu, kok kayak make kacamata kuda, dikit-dikit bilang syirik, musyrik.”

“Konon hanya waliyullah yang bisa tau apakah seseorang itu wali beneran atau hanya mengaku-ngaku sebagai wali, demikian juga, hanya orang berilmu yang bisa tau apakah seseorang itu mengetahui yang dia ucapkan atau hanya sekedar mengucapkan yang dia ketahui.” Lanjut Mbah Suto.

“Sik tho Mbah, sampeyan ini ngomongnya kok mbulet, sampeyan kan tau kedangkalan ilmu saya, mbok ngomongnya yang sederhana saja.” Kata saya.

“Gini lho Le, pada dasarnya semua ilmu yang ada di dunia ini berkembang dengan tiga proses, niteni, nirokke, dan nambahi. Mencermati, dari proses mencermati itu orang kemudian meniru, setelah itu orang berusaha menyempurnakan yang ditirunya.” Ujar Mbah Suto.

“Ilmunya orang-orang tua itu, yang kamu bilang kepercayaan dengan kecenderungan musyrik pun ndak lepas dari tiga proses itu. Ahli perbintangan bisa menentukan kapan muncul bulan baru, ahli akupunktur bisa tau titik mana yang harus ditusuk, semua berawal dari mencermati. Kepercayaan orang-orang tua kita pun berawal dari mencermati, mereka ndak waton muni, ndak asal bicara, makanya ilmu orang tua itu sering disebut ilmu titen.” Jelas Mbah Suto panjang lebar.

“Tapi kan banyak yang ndak logis Mbah?” Ujar saya ngeyel.

“Ilmu kan berkembang tho Le, logis ndak logis itu berubah sesuai jaman, karena kebenaran yang didasarkan pada pengetahuan manusia ndak bersifat mutlak. Semua nisbi, tergantung kondisi dan asumsi yang dipergunakan.” Kata Mbah Suto.

“Dulu orang bilang kalo manusia bisa sampai ke bulan itu ndak logis, ndak salah Le, menurut ilmu pengetahuan yang ada saat itu memang pergi ke bulan baru sebatas khayalan, tapi seiring berkembangnya ilmu yang ndak logis bisa jadi logis. Yang dulu logis pun bisa jadi sekarang ndak logis. Tapi satu yang ndak berubah, orang bijak mengetahui apa yang dia ucapkan, sedangkan yang awam hanya sekedar mengucapkan apa yang dia ketahui.” Pungkas Mbah Suto.

Saya manggut-manggut, ndak gitu ngerti sebenernya, tapi seperti orang-orang bilang, gaya itu nomer satu, ngerti ndak ngerti urusan belakangan.


copy langsung (tanpa edit) dari blog mastein.wordpress.com

No comments:

Post a Comment